Social Icons

Pages

Featured Posts

Tuesday 20 August 2019

PERUJUKAN AL QUR'AN TERHADAP SIDIK JARI


Ayahsabu al-Insaana allan najma’a ‘idhoomahu, balaa qoodiriina ‘ala an nusawwiya banaanah
Apakah manusia mengira, bahwa Kami tak mampu mengumpulkan
kembali tulang belulangnya? Bukan demikan, sebenarnya kami kuasa menyusun kembali jari jemarinya secara sempurna.”
(QS Al-Qiayaamah 75:3-4)

Orang-orang tak beriman membantah akan terjadinya hari kebangkitan dikarenakan  tulang  belulang  manusia  yang  telah  meninggal  telah hancur  di  dalam  bumi  da bagaimana  mungki tiap  individu  dapat teridentifikasi   pada   Hari   Pengadilan.   Allah   yang   Maha   Agung   telah menjawabnya  bahwa  I tak  hanya  mengumpulkan  tulan belulang  kita
namun  juga  merekonstruksi  secara  sempurn keadaan  ujung  jari  jemari kita.
Mengapa  al-Quran  ketika berbicara  mengenai  penentuan  identitas seorang  individu,  berbicara  secara  spesifik  mengenai  ujung  jari-jemari?
Pada     tahun     1880,     sidik     jari     menjadi     metode     saintifis     dalam
pengidentifikasian, setelah riset yang dilakukan oleh Sir Francis Golt. Tidak ada dua orang manusia di dunia ini yang memiliki bentuk sidik jari yang benar-benar sama. Inilah alasan mengapa pasukan polisi sedunia menggunakan  sidik jari untuk mengidentifikasi  kriminal. 1400 tahun yang
lalu,  siapakah  yan dapat  mengetahui  tentang  keunikan  sidik  jari  tiap
manusia?   Tentunya   tak   ada   yang   dapat   mengetahuinya   kecuali   Sang
Pencipta itu sendiri.


RESEPTOR RASA SAKIT ADA DI KULIT




Dulu manusia  mengira  bahwa indera perasa dan peraba rasa sakit tergantung hanya pada otak. Penemuan akhir-akhir ini membuktikan bahwa reseptor rasa sakit terdapat di kulit dimana tidak ada seseorang yang tidak dapat  merasakan  rasa  sakit.  Ketika  seorang  dokter  memeriksa  seorang pasien yang terluka bakar, dia menguji tingkat luka bakar dengan cocokan peniti.  Jika  pasien  masih  bisa  merasakan   sakit,  dokte tersebut   akan senang,  karena  hal  ini  menandakan   bahwa  luka  baka yang  diderita dangkal dan reseptor rasa sakit masih utuh. Namun di sisi lain, jika pasien tak dapat merasakan apa-apa, hal ini mengindikasikan  adanya luka bakar yang dalam dan reseptor rasa sakit telah rusak. Al-Quran memberikan indikasi keberadaan reseptor rasa sakit ini dalam ayat berikut :

Sesungguhnya orang-orang yang menolak dengan ayat-ayat kami, kelak akan kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan adzab. Sesunggguhnya Allah Maha Pekasa lagi Maha Bijaksana. (QS an-Nisaa’ 4:56).

Profeso Tagatat  Tejasen,  Kepal Jurusan  Anatomi  di  Universitas Chiang  Ma di  Thailand,  telah  menghabiskan  sebagia besar  waktunya untuk penelitian reseptor rasa sakit. Pada awalnya beliau tak dapat mempercaya bahwa  al-Qur’an  telah  menyebutkan  fakta saintifis  ini 1400 tahun yang lalu. Beliau kemudian  memeriksa  tranlasi/terjemahan  ayat al- Qur’an dengan teliti. Prof Tejasen sangat terkesan dengan keakurasian saintifis ayat al-Qur’an, dimana pada Konferensi Kesehatan Saudi ke-8 yang diadaka di Riyadh  berkenaa dengan  isyarat  saintifis  al-Quran  dan as- Sunnah, beliau mengikrarkan diri ke depan khayalak: Asyhadu aLaa Ilaaha illaLlah wa asyhadu anna Muhammad rasuluLlah.

KESIMPULAN


Menghubungkan  keberadaa fakta saintifis yang terdapat di dalam al-Qur’an dengan suatu kebetulan  adalah suatu hal yang menyelisihi  akal sehat dan pendekatan saintifis. Al-Qur’an menyeru seluruh manusia untuk memikirkan ciptaan yang ada di seantero alam semesta ini di dalam ayat :\

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” (QS Ali Imraan 3:190).

Bukti-bukti saintifik yang terdapat pada al-Qur’an secara terang membuktikan  sifat keasliannya  dari Allah. Tak ada manusia satupun yang dapat  menghasilkan   sebuah  kitab,  1 aba yan lalu,  yang  berisi  di dalamnya fakta-fakta saintifis, yang pada akhirnya akan ditemukan oleh generasi manusia setelahnya. Al-Quran, walau bagaimanapun, bukanlah sebuah buku sains namun sebuah buku yang berisi isyarat-isyarat.  Isyarat ini mengajak menusia  untuk menyadari tujuan keberadaannya di bumi ini,



dan untuk hidup berdampingan bersama alam dengan harmonis. Al-Quran adalah  benar-benar   wahyu  dari  Allah pencipta   da pemelihara   alam semesta. Ia berisi seruan yang sama di dalam mengesakan tuhan, yang didakwahkan  oleh seluruh Nabi, baik mulai dari Adam, Musa, Isa hingga Muhammad (Shallallahu 'alaihim wa sallam)

Beberapa   kitab   besar   secara   mendetail   telah  ditulis   berkenaan dengan subyek al-Qur’an dan sains modern dan penelitian lebih jauh pada bidang ini masih berlangsung.  Insya Allah, penelitian  ini akan membantu manusia untuk lebih dekat lagi dengan Firman Allah taala. Risalah ini berisi hanya sebagian kecil dan sedikit dari fakta-fakta saintifis yang terdapat di al-Qur’an. Saya tak dapat mengklaim telah menyelesaikan keadilan seluruhnya mengenai subyek ini. Prof Tajasen mau menerima Islam hanya karena satu isyarat saintifis   disebutkan di al-Quran. Beberapa orang bisa jadi memerlukan 10 isyarat dimana beberapa orang yang lain bisa jadi memerlukan  ratusa isyarat  agar  yaki tentang  keaslia Quran  sebagai firman  Tuhan.  Beberapa  orang  mungkin  masi tetap  bersikukuh  tak mau menerima   kebenaran   walaupun   telah  ditunjukan   beribu-ribu   ayat.  Al- Qur’an mengutuk orang yang bermental rendah seperti ini di dalam ayat:

Mereka tuli, bisu. Dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali.” (QS
al-Baqarah 2:18)

Al-Quran   berisi   bimbingan   hidup   yang   sempurna   baik   untuk individu  maupun  untuk  masyarakat.  Alhamdulillah,  jalan  hidup  Qur’ani adalah jauh lebih unggul daripada isme-isme lainnya yang mana manusia modern   telah   menciptakannya   dengan   kebodohan   yang   amat   sangat. Siapakah yang petunjuknya lebih baik daripada sang pencipta itu sendiri? Saya berharap semoga upaya sederhana ini dapat diterima oleh Allah, yang kepada-Nya aku memohon pengampunan dan petunjuk (Amin).


Translator : Ibnu Burhan

Thursday 13 December 2018

PIDATO : MENJAUHI PERILAKU GHIBAH


Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Hamdan wa Syukron lillah was sholatu was Salaamu ‘ala Rosulillah. ‘Amma ba’du
Yang saya hormati, Bapak Mahmud S. Pd selaku kepala sekolah
Yang saya hormati, dewan guru yang mudah-mudahan dirahmati Allah
Teman-teman seperjuangan, adik dan kakak kelas yang saya cintai

Segala puji hanyalah milik Allah, Tuhan semesta Alam yang tiada lelah mengurus makhluknya, tiada batas memberikan rahmat dan rizkinya hingga kita semua senantiasa mengagunginya dengan mensyukuri nikmatnya. Shalawat dan salam tersampaikan selalu kepada kekasihnya sang pembawa kebenaran nabi Muhammad Saw.
            Baiklah berdirinya saya di mimbar ini akan menyampaikan sebuah pidato yang bertema :
MENJAHUI GHIBAH

Jama’ah yang dimuliakan Allah
Ghibah artinya menggunjingkan keburukan orang lain. Perbuatan itu tergolong perbuatan tercela yang dilarang dalam Islam. Bahkan Allah Swt mengidentikan perbuatan ghibah sebagai sesuatu yang amat kotor dan menjijikan. Allah Swt berfirman :
Ÿwur =tGøótƒ Nä3àÒ÷è­/ $³Ò÷èt/ 4 =Ïtär& óOà2ßtnr& br& Ÿ@à2ù'tƒ zNóss9 ÏmŠÅzr& $\GøŠtB çnqßJçF÷d̍s3sù 4
Artiunya :”Dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. (Q.S. al Hujrat, 12)
Dan Rasulullah juga bersabda :
“Tahukah kalian apakah ghibah itu?”Mereka menjawab:”Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”. Beliau bersabda :”Ghibah adalah engkau menyebut keburukan saudaramu yang tidak ia sukai”.Rasulullah ditanya “Bagaimana halnya jika apa yang aku katakana memang terdapat pada saudaraku?” Maka Rasulullah menjawab”Jika apa yang kau katakana memang terdapat pada saudaramu berarti kau telah menggunjingnya (berghibah), dan jika tidak terdapat padanya, maka engkau telah dusta atasnya (fitnah). (H.R. Muslim).
Dari hadis di atas dapat disipulkan bahwa ghibah adalah menyebutkan sesuatu yang terdapat pada diri seorang muslim, sedangkan ia tidak suka jika hal itu disebutkan. Baik penyebutan itu dalam sosial jasmani, kondisi keagamaan, kekayaannya dsb. Cara melakukannya pun bermacam-macam. Di antaranya dengan membeberkan aib atau menirukan tingkah laku dari orang yang dipergunjingkan dengan maksud mengolok-olok.
                                                                                                  
Jama’ah yang dimuliakan Allah
Oleh karena itu, hendaklah kita memulai dari diri kita sendiri untuk tidak melakukan praktek ghibah. Dan hendaklah kita selalu saling mengingatkan kepada sesama kita untuk menghidari perbuatan tercela tersebut.
Demikianlah pidato yang dapat saya sampaikan, bila ada jarum yang patah jangan disimpan di dalam peti, bila ada kata yang salah jangan disimpan di dalam hati. Kurang dan lebihnya mohon maaf, akhirul kalam
Wassalam.

 
Blogger Templates